SAITIUNK
Senin, 16 September 2013
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
Sumber : Wikipedia
Suka Penceramah yang Lucu
Akhir-akhir ini ada kecenderungan para pendengar atau pemirsa menyukai penceramah agama yang banyak humor. Jika seseorang punya hajat, maka yang dipanggil ustad yang lucu. Ustad yang bisa mendatangkan gelak ketawa. Gejala apa ini? Apa karena sekarang ini banyak orang yang stress? Atau butuh hiburan? Atau fenomena apa ini? Sekarang ini, banyak dicari ustad yang demikian. Jika anda seorang penceramah yang lucu barangkali anda akan dapat order yang banyak. Anda akan sibuk dari satu acara ke acara yang lain. Jika anda seorang penceramah yang tidak ada humornya barangkali kurang diminati. Melihat permintaan konsumen akan yang lucu-lucu itu, membuat para penceramah pun mencoba memberi selingan segar. Kalau hanya selingan saja sich oke-oke saja. Tapi yang diminta adalah ustad yang sering humor sepanjang sebagian besar ceramah.
Humor sepanjang hanya sebagai selingan, dimana diperkirakan pendengar sudah mulai kurang konsentrasi memang oke-oke saja. Tentu saja ada syaratnya, seperti humor itu relevan dengan isi ceramah, isi humor itu benar menurut syar’i, tidak terlalu sering. Humor yang dilakukan sembarangan dan terlalu sering akan membuat isi ceramah kurang diperhatikan dan kurang tertanam dalam sanubari pendengar. Yang diingat adalah humornya. Tentu saja hal ini telah melenceng dari tujuan ceramah itu sendiri, yang biasanya berisi peringatan, anjuran, pengetahuan agama dalam rangka meningkatkan iman kepada Allah. Tentu saja cara ini dapat menghilangkan pahala dan hikmah yang seharusnya diperoleh. Lalu, bisa jadi tujuan mengundang ustad sudah bergeser yaitu hanya mendapatkan hiburan. Lah, kalau ini tujuannya jangan dong undang ustad, tapi undang penghumor saja.
Sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan oleh para ustad agar isi materinya menarik dan tertanam dalam hati pendengar. Saya berpikir sebaiknya para penceramah mencoba mendalami berbagai metode ceramah agar para pendengar tertarik sepanjang ceramah dan isi ceramah benar-benar tertanam di hati dan dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Memang tidak mudah. Salah satu cara agar pendengar tetap setia adalah dengan memberikan materi ceramah sesuai dengan kebutuhan pendengar. Jadi, ada baiknya sang penceramah survei terlebih dahulu tentang calon pendengar ceramahnya. Dengan cara ini, diharapkan penceramah mendapat gambaran yang tepat. Berdasarkan hal itu, maka penceramah memilih isi materi dan metode penyampaian yang tepat. Jangan sampai menjadi ustad dengan materi yang baku. Kemana-mana materinya sama saja tanpa ada perubahan, tanpa tahu apa yang dibutuhkan oleh pendengar. Yang penting bisa membuat pendengar tertawa terbahak-bahak. Jangan-jangan cara ini bukan saja menghilangkan pahala tapi malah mendapat dosa. Coba mari kita renungkan kembali kesukaan kita ini.
Sumber : uripsantoso.wordpress
Langganan:
Postingan (Atom)